Gunung Andong merupakan gunung berketinggian 1.726 mdpl yang terletak di antara wilayah Salatiga, Semarang, dan Magelang. Karena ketinggian yang tidak terlalu tinggi, Gunung Andong sangat cocok dijadikan tempat untuk melakukan “pra-pendakian gunung” bagi para pemula yang ingin belajar melakukan pendakian gunung. Selain itu, Gunung Andong juga pas sebagai spot ngadem dan refreshing bersama keluarga dan orang-orang tercinta, dikarenakan medan yang tidak terlalu sulit dan kemudahan akses yang menjadi unggulan bagi orang-orang yang tidak memiliki banyak waktu untuk bepergian ke gunung.
Kembali ke cerita. Perjalanan dari Sukoharjo-Salatiga-Kopeng ditempuh sekitar 5 jam, dengan beberapa kali beristirahat di SPBU. Sekitar pukul 17:00 WIB, akhirnya kami berempat tiba di Desa Girirejo. Pendakian Andong kami lakukan via jalur Dusun Sawit, Desa Girirejo. Setelah memarkir kendaraan di dekat basecamp, kamipun sejenak beristirahat menghangatkan tubuh dengan membeli minuman hangat. Dengan membeli tiket registrasi seharga Rp. 5.000 dan parkir Rp. 5.000,- (kala itu), kami pun secara legal dapat masuk ke jalur pendakian Gunung Andong. Kami pun memulai pendakian (atau tepatnya disebut jalan-jalan) menuju Gunung Andong pada 17:45 WIB.
Bermodalkan sandal jepit sw*llow, jaket tipis, dan senter hp, kami berangkat ala-ala pendaki nekat. Medan dimulai dengan perkebunan dan persawahan penduduk sesaat setelah melewati gapura pemberangkatan. Setelah itu, terdapat hutan pinus yang cukup luas membentang. Jalanan sepanjang basecamp-pos 1 memiliki medan tanah yang menyerupai tangga, sehingga memudahkan para pendaki untuk naik. Namun apesnya, hujan deras belum lama mengguyur tanah gambut Gunung Andong, sehingga sandal-sandal jepit kami pun harus kami jaga dengan baik supaya tidak putus. Setelah melalui perjalanan 30 menit, barulah kami sampai di
pos 1.
POS I
Terdapat lahan luas dengan gubug kayu kecil untuk beristirahat disini. Oke, lanjut perjalanan menuju pos selanjutnya, karena kami masih sayang dengan baterai hp kami yang makin lama makin berkurang karena aplikasi senter. Sepanjang perjalanan menuju pos 2, jalan kembali menanjak dan lebih terjal dibandingkan sebelumnya. Belum lagi jalanan disini cukup sempit, dan kami diharuskan mengantri untuk sekedar berjalan, dikarenakan waktu kami melakukan pendakian adalah malam minggu. Yah, baru pertama kali ini aku melakukan pendakian hingga berjalan pun mengantre lama, layaknya antrean SPBU. Perjalanan dari pos 1 menuju pos 2 ditempuh sekitar 20 menit jika tidak dalam antrean panjang.POS II
Tidak ada apapun di pos ini. Hahaha. Setelah sampai di pos 2, jalur mulai berkelok-kelok dan vegetasi mulai terbuka. Kita diharuskan berjalan memutari punggungan bukit, yang sepertinya akan mengarah ke puncak. Di tengah jalur pendakian, terdapat sumber air yang cukup digunakan untuk mengisi botol minum. Setelah beberapa menit berjalan, terdapat pertigaan puncak yaitu puncak makam di kiri jalan dan Puncak Alap-Alap di kanan jalan. Kamipun berjalan menuju ke arah kanan, dan kemudian kami diharuskan melewati jalan kecil dengan jurang di kiri-kanan kami untuk mencapai Puncak Alap-Alap. Tak berapa lama kami berjalan, kami menemukan tanah cukup lapang dimana banyak dome berdiri disini. Tidak lain dan tidak bukan, tempat yang kami pijak sekarang adalah puncak 1.726 mdpl atau puncak tertinggi Gunung Andong.
PUNCAK ANDONG: Puncak Alap-Alap
Suasana puncak waktu itu (Sekitar pukul 19:00 WIB) sungguh menyerupai Pasar Malam, dengan keramaian yang luar biasa. Bahkan untuk sekedar mendirikan dome saja, kami harus berdesak-desakan dengan dome tetangga. Dengan terpaksa kami mendirikan dome di dekat jalur pendakian karena tidak adanyaspace kosong lagi untuk bermalam. Setelah tenda didirikan, kami berempat nongkrong di tempat semacam wedangan yang memang selalu buka saat malam Minggu di puncak ini. Sambil ngopi dan ngemil gorengan, kami menikmati sejuknya Puncak Alap-Alap dengan hiruk-pikuk pendaki dari berbagai usia. Setelahnya, kami pun kembali ke tenda dan lanjut untuk bermain kartu hingga pagi, lalu tidur dengan harapan sunrise datang menjelang keesokan harinya.
Warna dome kami terlihat lebih terang; menandakan bahwa waktu sudah subuh. Aku terkejut, saat pertama kali membuka pintu dome kami. Pendaki-pendaki yangseliweran membawa kamera hp sambil ber-selfie ria membludak di puncak ini. Malas rasanya mengeluarkan badan dari dalam tenda. Terlebih lagi harapan kami pupus untuk melihat keindahan Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, dan Gunung Sumbing dari puncak ini, dikarenakan kabut tebal menutupi pandangan kami. Karena minimnya view kala itu, kami pun memutuskan hanya berfoto di plank Andong Peak beberapa kali, lalu bergegas packing dan beranjak pulang.
POS I
Terdapat lahan luas dengan gubug kayu kecil untuk beristirahat disini. Oke, lanjut perjalanan menuju pos selanjutnya, karena kami masih sayang dengan baterai hp kami yang makin lama makin berkurang karena aplikasi senter. Sepanjang perjalanan menuju pos 2, jalan kembali menanjak dan lebih terjal dibandingkan sebelumnya. Belum lagi jalanan disini cukup sempit, dan kami diharuskan mengantri untuk sekedar berjalan, dikarenakan waktu kami melakukan pendakian adalah malam minggu. Yah, baru pertama kali ini aku melakukan pendakian hingga berjalan pun mengantre lama, layaknya antrean SPBU. Perjalanan dari pos 1 menuju pos 2 ditempuh sekitar 20 menit jika tidak dalam antrean panjang.POS II
Tidak ada apapun di pos ini. Hahaha. Setelah sampai di pos 2, jalur mulai berkelok-kelok dan vegetasi mulai terbuka. Kita diharuskan berjalan memutari punggungan bukit, yang sepertinya akan mengarah ke puncak. Di tengah jalur pendakian, terdapat sumber air yang cukup digunakan untuk mengisi botol minum. Setelah beberapa menit berjalan, terdapat pertigaan puncak yaitu puncak makam di kiri jalan dan Puncak Alap-Alap di kanan jalan. Kamipun berjalan menuju ke arah kanan, dan kemudian kami diharuskan melewati jalan kecil dengan jurang di kiri-kanan kami untuk mencapai Puncak Alap-Alap. Tak berapa lama kami berjalan, kami menemukan tanah cukup lapang dimana banyak dome berdiri disini. Tidak lain dan tidak bukan, tempat yang kami pijak sekarang adalah puncak 1.726 mdpl atau puncak tertinggi Gunung Andong.
PUNCAK ANDONG: Puncak Alap-Alap
Suasana puncak waktu itu (Sekitar pukul 19:00 WIB) sungguh menyerupai Pasar Malam, dengan keramaian yang luar biasa. Bahkan untuk sekedar mendirikan dome saja, kami harus berdesak-desakan dengan dome tetangga. Dengan terpaksa kami mendirikan dome di dekat jalur pendakian karena tidak adanyaspace kosong lagi untuk bermalam. Setelah tenda didirikan, kami berempat nongkrong di tempat semacam wedangan yang memang selalu buka saat malam Minggu di puncak ini. Sambil ngopi dan ngemil gorengan, kami menikmati sejuknya Puncak Alap-Alap dengan hiruk-pikuk pendaki dari berbagai usia. Setelahnya, kami pun kembali ke tenda dan lanjut untuk bermain kartu hingga pagi, lalu tidur dengan harapan sunrise datang menjelang keesokan harinya.
Warna dome kami terlihat lebih terang; menandakan bahwa waktu sudah subuh. Aku terkejut, saat pertama kali membuka pintu dome kami. Pendaki-pendaki yangseliweran membawa kamera hp sambil ber-selfie ria membludak di puncak ini. Malas rasanya mengeluarkan badan dari dalam tenda. Terlebih lagi harapan kami pupus untuk melihat keindahan Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, dan Gunung Sumbing dari puncak ini, dikarenakan kabut tebal menutupi pandangan kami. Karena minimnya view kala itu, kami pun memutuskan hanya berfoto di plank Andong Peak beberapa kali, lalu bergegas packing dan beranjak pulang.
Comments
Post a Comment